 |
Umi Tumirah dan Ahmad, kakak dan adik kandung Santoso. (Foto : Eddy/ Metrosulawesi) |
Kasus tewasnya Santoso alias Abu Wardah dalam kontak senjata di pegunungan Desa Tambarana, Kabupaten Poso, membawa duka yang mendalam bagi kakak dan adiknya, Umi Tumirah dan Ahmad. Meski demikian, mereka sudah ikhlas menerima kepergian saudara kandung mereka itu untuk selamanya. Wartawan Metrosulawesi, Eddy Djunaedi berkesempatan mewawancarai keduanya di salah satu hotel di Palu. Berikut laporannya.
MENGENAKAN buasana muslimah dengan wajah sedikit tertutup, Umi Tumirah, kakak almarhum Santoso menuturkan panjang lebar kisah adiknya itu. Meski wajahnya tertutup dengan cadar, namun terlihat jelas dari kedua matanya menyimpan perasaan duka yang mendalam atas kematian adik kandungnya itu. Siang itu Umi Umirah ditemani adiknya, Ahmad. Keduanya tampak tegar.
Santoso adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Yang paling kakak adalah Umi Umirah.
Umi Umirah mengaku Santoso adalah adik yang memberikan keteladanan hidup.
“Santoso di mata saya adalah anak yang baik, dirinya selalu mengajarkan kepada adik-adiknya untuk selalu berbuat kebaikan,” ujar Umi Umirah mengawali pembicaraan.
Umi mengaku sempat tidak percaya adiknya Santoso meninggal. Dia mendapat kabar itu dari tetangganya.
“Awalnya saya tidak percaya, namun begitu melihat foto yang beredar di warga, baru saya yakin itu adalah Santoso adik saya,” jelasnya.
Ahmad pun demikian. Dia bahkan sempat kaget mendengar kakaknya Santoso meninggal saat baku tembak. Saat itu dirinya sedang silaturahmi dengan keluarganya di Kabupaten Morowali.
“Saya tahunya dari pemberitaan orang-orang. Saya sempat kaget, sedih dan berduka. Namun saat ini semua keluarga sudah ikhlas menerima, karena mungkin sudah takdirnya,” kata Ahmad.
Bagi Umi Umirah, kepergian Santoso selamanya sudah menjadi jalan hidup. Meski cukup sedih, namun mereka sudah mengikhlaskan. Oleh karena itu dia berharap agar polisi penyerahannya segera dilakukan.
“Saya berharap pihak kepolisian untuk secepatnya menyerahkan jenazah adik saya kepada keluarga agar kami segera memakamkannya,” ujar Umi dengan mata berkaca-kaca.
Menurut Ahmad, almarhum kakaknya itu akan dimakamkan kampung halaman, yaitu di pemakaman keluarga di desa Landangan, Dusun Lantojaya, Kecamatan Poso Pesisir. Di desa itulah kedua orangtua Santoso tinggal.
“Kami dari pihak keluarga rencananya akan memakamkan almarhum di Desa Landangan, Dusun Lantojaya. Hari ini (Kamis 21 Juli 2016, Red) keluarga di sana sudah mulai menggali untuk kuburnya,” tutur Ahmad.
Memakamkan Santoso di Desa Landangan, sesuai dengan permintaan ibu kandung mereka.
“Ibu saya inginkan Kakak saya dimakamkan dekat dengan tempat tinggalnya, agar bila ibu saya berziarah ke makam almarhum lebih dekat, dikarenakan ibu saya sudah lima tahun terakhir sudah sakit-sakitan dan tidak bisa terlalu jauh berjalan,” jelasnya.
Ahmad mengaku sudah cukup lama tidak bertemu kakaknya Santoso. Pertemuan terakhir sebelum kasus penembakan di Bank BCA Palu pada bulan Mei 2011 lalu.
“Saya bertemu dengan Santoso terakhir kalinya saat sebelum kejadian Bank BCA,” kata Ahmad.
Meski sudah lama tidak bertemu, namun Ahmad punya kenangan sendiri yang tidak terlupakan saat bersama kakaknya Santoso. “Kenangan almarhum yang paling membekas kepada saya, saat dirinya memarahi kami adik-adiknya jika kami membantah apa yang ibu perintahkan,” kisahnya.
Kini semua tinggal kenangan. Santoso sudah pergi meninggalkan keluarga untuk selamanya. Satu-satunya yang diharapkan oleh ibu almarhum adalah agar pakaian terakhir dikenakan almarhum diserahkan ke keluarga.
“Ibu saya berharap agar pakaian kakak saya diberikan,” ujar Ahmad.
“Selain itu tentunya, kami berharap agar pihak kepolisian juga secepatnya menyerahkan jenazah saudara kami. Kami akan memakamkannya di Desa Landangan, Dusun Lantojaya,” pungkas Ahmad.
Sumber:metrosulawesi.com
No comments: